Minggu, 03 April 2011

ATURAN TENTANG PEMBERANTASAN KORUPSI


         Dalam “Konsideransi” (pertimbangan yang menjadi dasar penetapan keputusan, peraturan atau undang-undang) UU no.20/2001 tentang perubahan atas UU no.31/1 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) sub (a) dinyatakan “ bahwa tindak pidana yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan Negara tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.” Dengan demikian jelas bhwa korupsi itu merupakan “tindak pidana khusus” yaitu tindak pidana yang memerlukan penegakan hokum secara khusus tidak seperti tindak pidana lainnya. Untuk keperluan itu dibentuk komisi khusus yang dikenal sebagai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
            Karena semakin maraknya praktek KKN terutama pada masa rezim Orde Baru baik ditingkat pusat maupun didaerah-daerah maka diawal bergulirnya masa reformasi MPR membuat ketetapan tentang “Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme” yang dituangkan dalam TapMPR No.XI/MPR/1998 (sampai sekarang).
Tap MPR tersebut ditegaskan bahwa :
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat Negara, keluarga fan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto dengan tetap mempraktekkan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia”.
Untuk merealisasikan ketentuan yang dimuat dalam Tap MPR dan Undang-Undang tersebut, dibentuk UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai wujud nyata adanya keseriusan pemerintah dalam menangani kasus-kasus korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar